Tuesday 14 May 2013

Lompat Jauh

Olahraga Lompat jauh merupakan salah satu aktivitas pengembangan akan kemampuan daya gerak yang dilakukan, dari satu tempat ke tempat lainnya. Lompat jauh ini salah satu jenis olahraga yang dilombakan di berbagai kejuaran olahraga baik di tingkat nasional, kawasan maupun dunia.

Dalam lompat jauh terdapat tiga macam gaya yaitu : Lompat Jauh gaya Jongkok (tuck), gaya menggantung (hang style), dan gaya jalan di udara (walking in the air).

Gaya-gaya lompat jauh mengatur sikap badan sewaktu melayang di udara. Oleh karena itu teknik lompat jauh sering disebut juga gaya lompat jauh.

Sejarah permulaan acara lompat jauh dapat dikesan seawall tahun 708 Sebelum Masihi iaitu dalam Sukan Olimpik Kuno di Greece.Menurut catatan tersebut, lompatan sejauh 7.05 meter telah dibuat oleh Chionis, peserta Sparta. Bagaimanapun, teknikdan cara lompatan yang dibuat amat berlainan daripada lompatan yang dibuat kini. Berdasarkan bukti-bukti lukisan yang terdapat pada tembikar yang dibuat pada zaman itu, lompatan dibuat secara berkali-kali, sama ada lompatan dalam bentuk
multiple, double-triple
atau
quin-triple
.

Apabila Sukan Olimpik Moden dihidupkan pada tahun 1896, lompat jauh termasuk sebagai salah satu acara olahraga. Sejak itu ia terus diterima sebagai salah satu acara olahraga dalam kebanyakan kejohanan yang diadakan di pelbagai peringkat di dunia. Peraturan dan teknik lompatan diperbaiki dari semasa ke semasa sehinggalah kepada bentuk lompatan yang ada seperti sekarang.

Walaupun lompat jauh merupakan acara yang paling mudah dipelajari berbanding acara-acara lompatan yang lain, tidak bermakna semua orang mampu melakukannya dengan baik. Teknik lompatan dan peaturannya perlu dipelajari dengan penuh minat. Ini kerana, sebagai satu acara sukan, ia juga tidak lari daripada risiko kecederaan.Teknik-teknik lompatan baru adalah diperkenalkan daripada kajian-kajian saintifik yang dilakukan keatasnya. Rekod lompatan terjauh, yang pada suatu masa dahulu diramalkan menjadi rekod paling lama, kini sudah pun diperbaiki.

Kejayaan Amerika Syarikat, Bob Beamon dengan lompatan sejauh 8.90 meter dalam Sukan Olimpik tahun 1968 di Mexico telah dipecahkan oleh seorang lagi peserta Amerika Syarikat, iaitu Mike Powell dengan lompatan sejauh 8.95meter. Ini menunjukkan bahawa, sebagai rekor tidak mungkin ia tidak dapat diperbaiki oleh peserta kemudiannya. Semua ini disebabkan adanya latihan, pembaharuan teknik dan keazaman yang tinggi daripada peserta itu sendiri.
Lompat jauh adalah atletik (lintasan dan lapangan) peristiwa di mana atlet menggabungkan kecepatan, kekuatan, dan ketangkasan dalam upaya untuk melompat jauh dari take-off point mungkin.
Pesaing berlari menuruni landasan pacu (biasanya dilapisi dengan permukaan karet yang sama seperti lintasan lari, crumb rubber juga divulkanisir karet) dan melompat sejauh yang mereka dapat dari belakang garis busuk (sering disebut sebagai “papan”, dan biasanya ditentukan oleh tepi trailing papan lepas landas tertanam flush dengan permukaan landasan pacu, atau tanda dicat di landasan) ke dalam lubang tanah yang penuh dengan kerikil halus atau pasir. Jarak yang ditempuh oleh seorang pelompat sering disebut sebagai “tanda” karena itu adalah jarak ke tempat menandai yang dibuat di pasir dari garis busuk. Jika pesaing mulai lompatan dengan setiap bagian dari kaki melewati garis busuk, melompat dinyatakan ilegal dan tidak ada jarak dicatat. Pada tingkat elite, lapisan plastik ditempatkan segera setelah dewan untuk mendeteksi kejadian ini. Jika tidak, seorang pejabat (mirip dengan wasit) akan menonton melompat dan membuat penetapan. Pesaing dapat melakukan lompatan dari setiap titik di belakang garis busuk, namun jarak akan selalu diukur dari garis busuk. Oleh karena itu, demi kepentingan terbaik dari pesaing untuk mendapatkan yang dekat dengan garis busuk mungkin.
Biasanya, setiap pesaing memiliki seperangkat upaya sejumlah (biasanya tiga) untuk membuat terpanjang nya melompat, dan hanya terpanjang melompat hukum terhadap hasil penghitungan. Kompetisi tingkat tinggi dibagi menjadi dua putaran: cobaan dan final. Dalam kompetisi yang berisi babak final, hanya sejumlah pesaing pilih diundang untuk kembali untuk melanjutkan kompetisi. Jumlah pesaing yang dipilih untuk kembali ke babak final ditentukan sebelum awal bertemu oleh sebuah komite yang terdiri dari pelatih dan pejabat. Ini adalah praktik standar untuk mengizinkan satu lagi pesaing dari jumlah posisi angka untuk kembali ke babak final. Sebagai contoh, jika suatu memungkinkan memenuhi puncak delapan pesaing untuk mencetak poin, maka atas sembilan pesaing akan dipilih untuk bersaing di babak final. Mengambil pesaing tambahan ke babak final yang akan membantu untuk mengizinkan atlet untuk pindah ke posisi skor jika pesaing dapat memperbaiki nya tanda terbaik kompetisi. Putaran final dipandang sebagai tambahan tiga melompat, karena mereka tidak punya prioritas kepada mereka yang dicetak dalam sidang putaran. Pesaing dengan melompat hukum terpanjang (baik dari pengadilan atau putaran final) pada akhir kompetisi ini dinyatakan sebagai pemenang.
Ada empat komponen utama lompat jauh: Lari Awalan, Tumpuan atau tolakkan, Sikap di Udara dan Mendarat. Kecepatan di run-up, atau pendekatan, dan yang tinggi melompat dari papan adalah dasar-dasar keberhasilan. Karena kecepatan adalah faktor yang penting dari pendekatan, tidaklah mengherankan bahwa banyak juga jumper lama bersaing dengan sukses di sprint. Sebuah contoh klasik dari lompat jauh ini / sprint penggandaan adalah pertunjukan oleh Carl Lewis.
Lompat jauh dicatat untuk dua dari paling lama berdiri rekor dunia dalam setiap lintasan dan lapangan acara. Pada 1935, Jesse Owens menetapkan rekor dunia lompat jauh yang tidak rusak hingga tahun 1960 oleh Ralph Boston. Kemudian, Bob Beamon melompat 8,90 meter (29 kaki, 2-1/2 inci) di Olimpiade tahun 1968 pada ketinggian 7.349 kaki, tidak melompat melebihi sampai tahun 1991. Pada 30 Agustus tahun itu, Mike Powell dari Amerika Serikat, dalam sebuah acara terkenal menurunkan kepada Carl Lewis, melompat 8,95 m (29,4 kaki) di Kejuaraan Dunia di Tokyo, menetapkan laki-laki saat ini rekor dunia. Beberapa melompat lebih dari 8,95 m (29,4 kaki) telah resmi tercatat (8,99 m/29.5 kaki oleh Mike Powell sendiri, 8,96 ft m/29.4 oleh Ivan Pedroso), tapi tidak disahkan karena ada juga tidak dapat diandalkan pengukuran kecepatan angin yang tersedia, atau karena melebihi kecepatan angin 2,0 m / s. Lewis sendiri melompat 8.91m tepat sebelum Powell memecahkan rekor melompat dengan angin melebihi maksimum yang diizinkan; melompat ini tetap terpanjang pernah untuk memenangkan Kejuaraan Dunia Olimpiade atau emas. Saat ini rekor dunia untuk perempuan dipegang oleh Galina Chistyakova dari bekas Uni Soviet yang melompat 7,53 m (24,7 ft) di Leningrad pada tahun 1988.
Sejarah

Halteres digunakan dalam permainan atletik di Yunani kuno.
Lompat jauh adalah salah satu dari peristiwa-peristiwa asli pancalomba Olimpiade di Yunani Kuno. Long Jump adalah satu-satunya dikenal melompat peristiwa dalam Olimpiade Kuno tersebut. Semua peristiwa yang terjadi di Olimpiade pada awalnya seharusnya bertindak sebagai bentuk pelatihan untuk perang. Lompat jauh muncul mungkin karena mencerminkan persimpangan rintangan seperti sungai dan jurang. [2] Setelah menyelidiki penggambaran yang selamat dari peristiwa itu kuno percaya bahwa tidak seperti hari acara modern, atlet hanya diperbolehkan berlari pendek awal. [ 2] Para atlet membawa beban di masing-masing tangan, yang disebut halteres (antara 1 dan 4,5 kg). Beban ini itu mengayunkan maju sebagai atlet melompat untuk meningkatkan momentum. Hal ini umumnya percaya bahwa baju hangat akan melemparkan berat di belakangnya di udara untuk meningkatkan momentum ke depan, namun diadakan di seluruh halteres durasi melompat. Berayun mereka dan kembali pada akhir melompat atlet akan mengubah pusat gravitasi dan biarkan atlet untuk meregangkan kaki ke luar, meningkatkan jarak. Melompat itu sendiri dibuat dari bater ( “apa yang menginjak pada”). Kemungkinan besar papan sederhana ditempatkan di stadion lagu yang telah dihapus setelah kejadian (Miller, 66). Para penerjun akan mendarat dalam apa yang disebut skamma ( “menggali-up” area) (Miller, 66). Gagasan bahwa ini adalah sebuah lubang yang penuh pasir adalah salah. Pasir di lubang melompat adalah penemuan modern (Miller, 66). Yang skamma hanyalah daerah sementara untuk menggali kesempatan itu dan bukan sesuatu yang tetap dari waktu ke waktu. Lompat jauh dianggap salah satu yang paling sulit dalam acara yang digelar di Olimpiade sejak banyak keahlian diperlukan. Musik ini sering dimainkan selama Philostratus melompat dan mengatakan bahwa kadang-kadang pipa akan menyertai melompat sehingga dapat memberikan ritme untuk gerakan kompleks dari halteres oleh atlet. [2] Philostratos dikutip mengatakan, “Peraturannya menganggap melompat sebagai yang paling sulit kompetisi, dan mereka membiarkan jumper untuk diberikan keuntungan dalam irama dengan menggunakan seruling, dan berat dengan menggunakan tali. ” (Miller, 67). Paling menonjol dalam olahraga kuno adalah seorang pria bernama Chionis, yang dalam mengadakan Olimpiade 656BC melompat dari 7,05 meter (23 kaki dan 1,7 inci). [3]
Ada beberapa argumen oleh para sarjana modern di lompat jauh. Beberapa telah berusaha untuk menciptakan kembali sebagai triple jump. Gambar menyediakan satu-satunya bukti untuk tindakan sehingga lebih baik diterima bahwa itu sama seperti hari ini lompat jauh. Alasan utama beberapa ingin menyebutnya triple melompat adalah adanya sumber yang mengklaim sana sekali adalah lima puluh lima kaki melompat kuno yang dilakukan oleh seorang pria bernama Phayllos (Miller, 68).
Lompat jauh telah menjadi bagian dari kompetisi Olimpiade modern sejak lahirnya Olimpiade pada tahun 1896. Pada 1914, Dr Harry Eaton Stewart merekomendasikan “luas berlari melompat” sebagai standar acara trek dan lapangan bagi perempuan. [4] Namun, hal itu tidak sampai 1928 bahwa perempuan diperbolehkan untuk bersaing dalam event di tingkat Olimpiade (Lihat Atletik – trek dan lapangan).
Pendekatan/Awalan

Tujuan dari pendekatan ini adalah untuk secara bertahap dengan mempercepat kecepatan maksimum lepas landas dikontrol. Faktor yang paling penting untuk jarak yang ditempuh oleh sebuah objek adalah kecepatan pada lepas landas – baik kecepatan dan sudut. Elite jumper biasanya meninggalkan tanah pada sudut dua puluh derajat atau kurang; Oleh karena itu, lebih bermanfaat bagi seorang pelompat untuk berfokus pada komponen kecepatan melompat. Semakin besar kecepatan lepas landas, semakin lama lintasan pusat massa akan. Pentingnya suatu kecepatan lepas landas merupakan faktor dalam keberhasilan pelari dalam acara ini.
Panjang pendekatan jarak biasanya konsisten untuk seorang atlet. Pendekatan dapat bervariasi antara 12 dan 19 langkah di tingkat pemula dan menengah, sementara di tingkat elite mereka lebih dekat dengan antara 20 dan 22 langkah. Jarak yang tepat dan jumlah langkah-langkah dalam pendekatan tergantung pada pengalaman jumper, teknik berlari cepat, dan tingkat pengkondisian. Konsistensi dalam pendekatan sangat penting karena merupakan pesaing tujuan untuk selalu dekat ke bagian depan papan takeoff mungkin tanpa menyeberangi garis dengan setiap bagian dari kaki.
Pendekatan yang tidak konsisten adalah masalah umum dalam acara ini. Akibatnya pendekatan yang biasanya dilakukan oleh para atlet sekitar 6-8 kali per melompat sesi (lihat Pelatihan di bawah).
Dua yang terakhir langkah
Tujuan dari dua langkah terakhir adalah untuk mempersiapkan tubuh untuk lepas landas sambil melestarikan kecepatan sebanyak mungkin.
Kedua dari belakang (kedua dari terakhir) langkahnya lebih panjang daripada langkah terakhir. Pesaing mulai nya rendah pusat gravitasi untuk mempersiapkan tubuh untuk dorongan vertikal. Langkah terakhir lebih pendek karena tubuh mulai menaikkan pusat gravitasi dalam persiapan untuk tinggal landas.
Dua langkah yang terakhir sangat penting karena menentukan kecepatan dengan pesaing yang akan memasuki melompat – semakin besar kecepatan, semakin baik melompat.
Lepas landas/Tumpuan/Tolakkan
Tujuan dari lepas landas adalah untuk menciptakan dorongan vertikal melalui atlet pusat gravitasi tetap menjaga keseimbangan dan kontrol.
Tahap ini adalah salah satu bagian paling teknis dari lompat jauh. Jumper harus sadar untuk menempatkan kaki datar di tanah, karena baik melompat dari tumit atau jari-jari kaki mempengaruhi negatif melompat. Lepas landas dari tumit-papan pertama memiliki efek pengereman, yang menurunkan kecepatan dan strain sendi. Melompat turun dari jari-jari kaki berkurang stabilitas, menempatkan risiko kaki di tekuk atau runtuh dari bawah pelompat. Sementara penempatan berkonsentrasi pada kaki, sang atlet juga harus bekerja untuk mempertahankan posisi tubuh yang tepat, menjaga badan tegak dan bergerak ke depan dan pinggul hingga mencapai jarak maksimum dari papan kontak ke rilis kaki.

Melayang
Gerakan melayang pada saat setelah meninggalkan balok tumpuan dan diupayakan keseimbangan tetap terjaga dengan bantuan ayunan kedua tangan sehingga bergerak di udara. Untuk melakukan gerak ini terdapat beberapa teknik. Yang Pertama, Melayang dengan sikap jongkok dengan cara waktu menumpu kaki ayun mengangkat lutut setinggi-tingginya dan disusul oleh kaki tumpu dan kemudian sebelum mendarat kedua kaki di bawa ke arah depan. Yang Kedua, Melayang dengan sikap bergantung cara melakukanya yaitu waktu menumpu kaki ayun dibiarkan tergantung lurus, badan tegak kemudian disusul oleh kaki tumpu dengan sikap lutut ditekuk sambil pinggul didorong ke depan yang kemudian ke-dua lengan direntangkan ke atas. Keseimbangan badan perlu diperhatikan agar tetap tepelihara hingga mendarat.
Ada 3 macam gaya melayang di udara pada saat melakukan lompat jauh yaitu :
1.   Gaya Jongkok 
1.   Gaya Menggantung
1.   Gaya Berjalan Diudara
Mendarat
Gerakan-gerakan waktu pendaratan harus dua kaki. Yang perlu diperhatikan saat mendarat adalah kedua kaki mendarat secara bersamaan diikuti dengan dorongan pinggul ke depan sehingga badan tidak cenderung jatuh ke belakang yang berakibat merugikan si pelompat itu sendiri.
Pelatihan
Lompat jauh biasanya memerlukan pelatihan dalam berbagai bidang. Daerah-daerah ini termasuk, namun tidak terbatas pada, yang tercantum di bawah ini.
  • Jumping
Long Pelompat cenderung melompat berlatih 1-2 kali seminggu. Pendekatan, atau lari-through, kadang-kadang diulang sampai 6-8 kali per sesi.
  • Over-lari jarak jauh
Over-latihan lari jarak jauh membantu atlet lompat jarak yang lebih jauh daripada tujuan ditetapkan. Sebagai contoh, memiliki pelari 100m praktek dengan menjalankan 200m berulang di trek. Ini secara khusus terkonsentrasi di musim ketika atlet bekerja pada ketahanan bangunan. Khusus over-latihan lari jarak jauh yang dilakukan 1-2 kali seminggu. Ini bagus untuk membangun ketahanan sprint, yang dibutuhkan dalam kompetisi di mana atlet yang berlari di landasan 3-6 kali.

Berat pelatihan 
Selama pelatihan pra-musim dan di awal musim kompetisi latihan beban cenderung untuk memainkan peran utama. Ini adalah kebiasaan lama kereta pelompat untuk berat hingga 4 kali seminggu, dengan fokus terutama pada gerakan cepat yang melibatkan kaki dan bagasi. Beberapa atlet Olimpiade tampil lift dalam pelatihan. Atlet menggunakan pengulangan dan menekankan rendah kecepatan untuk memaksimalkan kekuatan dan meminimalkan kenaikan berat badan menambahkan bingkai mereka.

Plyometrics 
Plyometrics, termasuk berlari naik turun tangga dan rintangan melompat-lompat, dapat dimasukkan ke dalam latihan, umumnya dua kali seminggu. Hal ini memungkinkan seorang atlet untuk bekerja pada kelincahan dan meledak-ledak.

melompat-lompat 
Melompat-lompat adalah setiap jenis berkesinambungan melompat atau melompat. Latihan berlari biasanya membutuhkan satu kaki melompat-lompat, double-kaki berlari, atau beberapa variasi dari keduanya. Fokus latihan berlari biasanya untuk menghabiskan lebih sedikit waktu di tanah mungkin dan bekerja pada akurasi teknis, kemudahan, dan melompat ketahanan dan kekuatan. Secara teknis, melompat-lompat adalah bagian dari plyometrics, sebagai bentuk latihan berjalan seperti lutut dan pantat tinggi tendangan.

Fleksibilitas 
Fleksibilitas adalah alat yang sering dilupakan jumper lama. Fleksibilitas yang efektif mencegah cedera, yang dapat berdampak tinggi penting bagi peristiwa-peristiwa seperti lompat jauh. Hal ini juga membantu para atlet lari di landasan.
Alat yang umum di banyak latihan lompat jauh adalah penggunaan rekaman video. Ini memungkinkan para atlet untuk kembali dan melihat kemajuan mereka sendiri serta membiarkan atlet membandingkan rekaman mereka sendiri dengan beberapa kelas dunia jumper.
Pelatihan gaya, durasi, dan intensitas sangat bervariasi dari atlet untuk atlet dan didasarkan pada pengalaman dan kekuatan atlet serta gaya pembinaan mereka.






Loncat Indah

Loncat indah
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Loncat Indah)
Langsung ke: navigasi, cari
Arvid Spångberg (Olimpiade 1908)

Loncat indah adalah olahraga yang pertama kali ditemukan di Eropa dan mulai menjadi olahraga kompetisi di Inggris pada tahun 1905. Loncat indah merupakan perpaduan gerakan akrobatik di udara dan loncatan. Pada dasarnya loncat indah terdiri dari loncatan yang dimulai dari langkah take off atau pantulan take off kemudian masuk ke air. Penggunaan papan loncat adalah kombinasi dari gerakan saat di udara setelah take off dan sebelum masuk ke air.

Pranala luar

* (en) FINA adalah badan internasional untuk cabang olahraga loncat indah.
* (en) USA Diving adalah badan nasional dan internasional untuk cabang olahraga loncat indah Amerika Serikat.
* (en) AAU Diving - situs lain untuk loncat indah Amerika Serikat.
* (en) NCAA adalah badan nasional untuk cabang olahraga loncat indah pada kampus-kampus di Amerika Serikat.
* (en) Stus resmi Loncat Indah Master Amerika Serikat (informasi, foto, dan lain-lain).
* (en) NCAA Woman's Swimming and Diving.
* (en) Flipnrip.com - Informasi tentang hasil pertandingan.
* (en) Divemeets.com - Informasi tentang hasil pertandingan loncat indah di Amerika Serikat.
* (en) FINA Tabel Peringkat Kesulitan untuk Gaya Loncat Indah


Rujukan

* Competitive swimming and diving, (Iowa: ST.Louis The C.V. Mosby Company, 1942). Hal.182

Diperoleh dari "http://id.wikipedia.org/wiki/Loncat_indah"
Kategori: Olahraga air

Sejarah Olahraga Badminton

Sejarah Olahraga Bulu Tangkis (Badminton)
Dari mana cabang olahraga badminton berasal dan bagaimana sejarah awalnya ? Orang hanya mengenal nama badminton berasal dari sebuah rumah/istana di kawasan Gloucester-shire, sekitar 200 kilometer sebelah barat London, Inggris. Badminton House Demikian nama istana tersebut, menjadi saksi sejarah bagaimana olahraga ini mulai dikembangkan menuju bentuknya sekarang. Di bangunan tersebut, sang pemilik, Duke of Beaufort dan keluarganya pada abad ke-17 menjadi aktivis olahraga ini. Akan tetapi, Duke of Beaufort bukanlah penemu permainan itu. Badminton hanya menjadi nama karena dari situlah permainan ini mulai dikenal di kalangan atas dan kemudian menyebar. Badminton menjadi satu-satunya cabang olahraga yang namanya berasal dari nama tempat.

Yang juga tanda tanya besar adalah bagaimana nama permainan ini berubah dari battledore menjadi badminton. Nama asal permainan dua orang yang menepak bola ke depan (forehand) atau ke belakang (backhand) selama mungkin ini tadinya battledore. Asal mula permainan battledore dengan menggunakan shuttlecock (kok) sendiri juga misteri. Dulu orang menggunakan penepak dari kayu (bat). Dua orang menepak “burung” itu ke depan dan ke belakang selama mungkin.

Permainan macam ini sudah dilakukan anak-anak dan orang dewasa lebih dari 2000 tahun lalu di India, Jepang, Siam (kini Thailand), Yunani, dan Cina. Di kawasan terakhir ini dimainkan lebih banyak dengan kaki. Di Inggris ditemukan ukiran kayu abad pertengahan yang memuat gambar anak-anak sedang menendang-nendang shuttlecock. Permainan menggunakan kok memang mempunyai daya tarik tersendiri. Setelah ditepak atau dipukul ke atas maka begitu “jatuh” (menurun) kok akan melambat, memungkinkan orang mengejar dan menepaknya lagi ke atas. Yang menjadi tanda tanya, bagaimana bisa terbentuk kok seperti sekarang: ada kepala dengan salah satu ujung bulat dan di ujung lain yang datar tertancap belasan bulu sejenis unggas? Bahan-bahan untuk membuat kok memang sudah ada di alam. Bentuk kepala kok yang bulat sudah ada di sekitar kita, biasa ditemukan dalam buah-buahan atau batu.

Pertanyaannya adalah bagaimana awalnya bulu-bulu bisa menancap di kepala kok ? Ada yang berpendapat bahwa ada seseorang sedang duduk di kursi dan di depannya meja tulis. Dia melamun dan memikirkan sesuatu yang jauh. Tanpa disengaja dia mengambil tutup botol yang terbuat dari gabus dan kemudian menancap-nancapkan pena yang ketika itu terbuat dari bulu unggas. Beberapa pena tertancapkan dan jadilah bentuk sederhana sebuah kok.

Tentu ini tidak ada buktinya. Hanya kemudian memang terbentuk alat permainan seperti itu yang di tiap kawasan berbeda bentuknya. Pada tahun 1840-an dan 1850-an keluarga Duke of Beaufort ke-7 paling sering menjadi penyelenggara permainan ini. Menurut Bernard Adams (The Badminton Story, BBC 1980) anak-anak Duke – tujuh laki-laki dan empat perempuan – inilah yang mulai memainkannya di ruang depan. Lama-lama mereka bosan permainan yang itu-itu saja. Mereka kemudian merentangkan tali di antara pintu dan perapian dan bermain dengan menyeberangkan kok melewati tali itu. Itulah awal net. Akhir tahun 1850-an mulailah dikenal jenis permainan baru. Pada tahun 1860-an ada seorang penjual mainan dari London – mungkin juga penyedia peralatan battledore – bernama Isaac Spratt, menulis Badminton Battledore – a new game. Tulisan tersebut menggambarkan terjadinya evolusi permainan di Badminton House.






SUMBER

Bowling Merupakan Permainan Dan Olahraga Yang Menyenangkan

Menilik sejarahnya, boling dikenal di Kerajaan Mesir Kuno sejak peradaban sebelum Masehi. Di Indonesia sendiri, boling sebagai sarana olahraga terkenal pada 1950-an, yang dimotori para karyawan perusahaan minyak Amerika. Berangkat dari gaya hidup pekerja minyak itulah akhirnya bermunculan pusat olahraga boling untuk umum.

Dan kini, melihat semakin meningkatnya jumlah penggemar boling, para pemodal beramai-ramai meliriknya sebagai bisnis baru yang menjanjikan: boling sebagai olahraga sekaligus hiburan, terutama di pusat-pusat perbelanjaan. Beberapa tahun lalu, boling pernah menjadi primadona di kalangan pencinta olahraga. Pada tahun 1980-an, bermunculan tempat-tempat boling seperti di Ancol (Jakarta Utara), Hotel Kartika Chandra, Aldiron di kawasan Blok M (Jakarta Selatan), serta Monas (Jakarta Pusat). Namun, memasuki tahun 1985, boling seolah lenyap tak berbekas. Kalaupun ada, hanya tinggal di Ancol dan Blok M. Itu pun bermodalkan mesin kuno.

Hal lain yang tak mungkin luput menjadi perhatiannya adalah fasilitas cosmic bowling. Permainan boling di malam hari ini terbilang cukup banyak penggemarnya, sehingga PIN memberikan layanan tersendiri yang lebih seru. Bukan hanya lampu lintasan yang nantinya akan menyala, melainkan pula gugusan pin-pin yang siap dihantam para peboling itu.

Maklum, ini sudah menjadi tempat gaul, bukan lagi sarana olahraga semata, berkilah. Karena itulah, restoran, kafe, serta permainan biliar yang ada di dalamnya bisa dijadikan alat untuk menjaring fun bowler sekaligus konsumen baru, macam pasangan muda-mudi tadi.

Tiap hari, ada saja muda-mudi ABG ke arena sewa tempat olahraga ini,sekedar untuk mencari makanan ringan di dalamnya, sekalipun hanya untuk kongkow, bukan berniat serius bermain boling


Sumber - sinarharapan

Desain Bola Bowling Terunik di Dunia

Bola bowling sejatinya berwarna coklat dan hanya satu warna ini yang biasanya banyak kita lihat, namun bukan manusia namanya kalau tidak membuat hal-hal kreatif dan kadang nyeleneh, so silahkan coba lihat saja bola bowling yang super kreatif ini.
Bola Bowling Yang Unik
Bola Bowling Yang Unik
Bola Bowling Yang Unik
Bola Bowling Yang Unik
Bola Bowling Yang Unik
Bola Bowling Yang Unik
Bola Bowling Yang Unik
Bola Bowling Yang Unik
Bola Bowling Yang Unik
Bola Bowling Yang Unik
Bola Bowling Yang Unik
Bola Bowling Yang Unik

Bagaimana anda berniat untuk memiliki salah satu diantara bola bowling ini? Silahkan hubungi para pembuat bola bowling kreatif ini ya!








SUMBER

Monday 13 May 2013

Tips Sederhana Agar Fitness Lebih Efektif

Ada beberapa anjuran yang sebaiknya Anda perhatikan saat berada di pusat kebugaran. Minum air putih sebelum melakukan latihan Olahraga ternyata bukan solusi terbaik. Setelah latihan, Anda akan tetap mengalami dehidrasi lewat keringat.
Sebaiknya sebelum, selama dan setelah olahraga, konsumsi air putih sebanyak mungkin. Berikut ini beberapa tips agar olahraga Anda lebih efektif.
Makan sebelum dan setelah olahraga
Sebelum melakukan gerakan olahraga, tubuh memerlukan asupan karbohirdrat dan protein. Karbohidrat memberi energi selama latihan dan protein menjaga nutrisi untuk membentuk otot dan memperbaiki jaringan tubuh yang rusak. Satu jam sebelum latihan, dianjurkan makan menu ringan.
Beberapa pilihan makan di antaranya pisang, sereal gandum atau minum sari kacang kedelai atau makan sebuah apel/seledri dengan selai kacang membantu menahan rasa lapar hingga latihan selesai. Setelahnya, asupan protein atau karbohidrat akan menstimulasi pembentukan otot. Hindari makanan kecil yang mengandung gula karena menjadikan tubuh menjadi lemas. Hindari juga kafein karena membuat Anda merasa segar seketika tetapi menurun dengan cepat.
Pakaian yang Pas
Saat berada di pusat kebugaran atau Fitness, kenakan pakaian olahraga yang pas. Jangan gunakan yang terlalu ketat. Selama latihan, tubuh membutuhkan udara. Lengan dan kaki memerlukan ruang agar bebas bergerak tanpa risiko cidera akibat pakaian ketat. Jangan juga memakai pakaian terlalu longgar, karena akan merepotkan. Bisa jadi, pakaian Anda tersangkut di mesin saat melakukan latihan.
Pakaian olahraga terbaik yang dapat Anda kenakan berupa pakaian dengan bahan karet sintetis yang memiliki sirkulasi udara. Pakai celana pendek dan kaos yang pas di badan serta sepatu kets yang mendukung gerakan latihan Anda.
Bernapas dengan benar
Jika dada terasa nyeri di pertengahan gerakan olahraga, sebaiknya perhatikan cara bernapas Anda. Mengelola pernapasan dengan baik membuat Anda bisa berlari, berjalan, jogging, atau mengangkat beban lebih lama. Ketika melakukan latihan angkat beban misalnya, tarik napas setiap kali gerakan dan lepaskan saat Anda menurunkan beban.
Saat senam aerobik, tarik napas panjang dan keluarkan perlahan-lahan. Setelah lama berlatih, Anda akan menemukan teknik tepat untuk Anda. Bagi yang menggunakan treadmill atau lari misalnya, bisa menarik napas setiap tiga langkah dan mengeluarkannya setelah dua langkah berikutnya.
Olahraga di waktu ideal
Masing-masing orang memiliki olahraga favorit sendiri-sendiri. Olahraga yang dilakukan secara rutin pada jam ideal tubuh akan meningkatkan energi Anda. Sebaliknya, olahraga yang dilakukan pada waktu yang salah akan merusak tubuh dan memberi energi negatif. Olahraga di awal malam hari misalnya akan membebani tubuh.
Setiap orang memiliki tingkat energi yang berbeda-beda. Bisa saja dalam sehari Anda merasa fit, dan hari berikutnya Anda seperti kehilangan tenaga. Asal tidak dalam waktu lama, sekali-sekali Anda bisa meliburkan diri dari rutinitas latihan.






SUMBER

Pentingnya Olahraga





Pentingnya Studi Olahraga
Banyak manfaat yang bisa diambil dari studi-studi mengenai olahraga dengan menggunakan pendekatan ilmu sosial. Manfaat ini di satu pihak adalah untuk kepentingan perkembangan teori-teori ilmu-ilmu social dan dipihak lain adalah untuk kepentingan praktis (Lueschen, 1997). Didalam kegiatan-kegiatan olahraga dimana komplik-komplik yang teratur, ketaatan para pemain did dalam pertandingan untuk mengikuti peraturan-peraturan yang ada yang disertai dengan suatu sistim kontrol atas ketaatan tersebut, dan serangkaian tingka laku para penonton, yang merupakan suatu ciri-ciri yang khusus ada didalam suatu pertandingan olahraga dapat merupakan suatu studi yang amat banyak gunanya. Karena, teori-teori yang didapat atau yang bisa dikembangkan dari studi ini dapat digunakan untuk memahami berbagai gejala-gejala dan proses-proses sosial yang terdapat didalam masyarakat yang kira-kira bersamaan dengan gejala-gejala dan proses-proses yang terdapat didalam suatu pertandingan olahraga. Pengetahuan teori tentang olahraga dari pendekatan-pendekatan ilmu-ilmu social bisa digunakan untuk menganalisa gejala-gejala dan proses-proses social yang ada, mentest suatu teori yang dapat dipakai sebagai pegangan didalam menganalisa proses-proses social lainya.


Disamping itu, suatu studi yang mendalam mengenai olahraga dengan menggunakan pendekatan ilmu ilmu sosial dapat menghasilkan keterangan keterangan yang berguna dapat digunakan untuk menyusun serangkaian cara cara yang terbaik didalam memberikan petunjuk petunjuk atau coaching kepada para olahragawan dan juga kepada murid murid disekolah sekolah sehingga hasil yang sebaik baiknya dari prestasi olahragawan dapat dicapai.Juga, dari hasil hasil penelitian ini, pelatih pelatih dan para guru olahraga dapat memanfaatkannya dengan mempelajarinya dan menggunakan hasil hasil penelitian dalam menyusun strategi yang sebaik baiknya didalam memperlakukan para olhragawan yang berada dalam asuhannya, baik didalam latihan latihan maupun didalam menghadapi dan selama pertandingan pertandingan (Grusky 1993)
Dalam suatu masyarakat yang modern, dimana olahraga menjadi suatu pranata yang berdiri sendiri tetapi berkaitan dengan berbagai pranatapranta yang ada dalam masyarakat tersebut, penelitian mengenai olahraga yang dilakukan oleh berbagai ilmu sosial, akan banyak gunanya baik bagi pemerintah,pengusaha, pengurus olahraga, olahragawan dan umum yang melihat olahraga sebagai salah satu bentuk hiburan.Suatu penelitian yang baik yang menggunakan suatu kerangka teori yang dapat dipertanggung jawabkan secara alamiah, akan selalu dapat menghasilkan data yang baik yang dapatdipertanggung jawabkan.Data yang didapat akan bisa digunakan untuk membuat rencana rencana dan pengaturan pengaturan serta kegiatan kegiatan olahraga, yaitu pengaturan penagturan latihan,pertandingan pertandingan, manajmen perkumpulan perkumpulan olharaga dan pertandingan pertandingan, sehingga pertandinagn pertandingan pertandingan olahraga bisa memuaskan para penonton yang telah menyaksikannya sebagai suatu hiburan bagi mereka dan yang telah mengeluarkan uang untuk itu, juga memuaskan bagi para pengurus olahraga yang telah mendapat keuntungan dari kelancaran masuknya uang dan pendistribusiannya, para pengusaha yang puas karena para penonton pertandingan telah menggunakan dan membayar jasa-jasa dan pelayanan yang telah mereka berikan dan bagi olahragawan sendiri maka dengan masuknya keuntungan-keuntungan yang cukup ketangan para pengurus olahraga fasilitas-fasilitas sosial dan keolahragaan mereka menjadi lebih terjamin. Sedangkan bagi pemerintah, bila keuangan dari perkumpulan- perkumpulan olahraga baik yang bertingkat nasional maupun yang lokal ada dalam keadaan mencukupi maka beban-beban keuangan yang biasanya lalu menjadi tanggung jawab pemerintah bisa dihindarkan. Bahkan sebaliknya, dari pajak tontonan yang masuk kas Negara menjadi lebih diuntungkan.
Di Indonesia, dimana terdapat berbagai macam olahraga yang dapat dogolongkan sebagai olahraga tradisional asli Indonesia dan olahraga baru yang telah dimasukkan dan dikembangkan did Indonesia, suatu penelitian tingkat pertama mengenai olahraga yaitu yang berusaha untuk mengidentifikasikan berbagai olahraga yang sekarang ada di Indonesia perlu untuk segera diadakan. Hal ini disebabkan, karena masyarakat Indonesia dewasa ini sedang berada dalam suatu proses sosial budaya, yang perubahan mana dimana yang dekat ini bisa menyebabkan tidak berfungsinya lagi dalam suatu sistim sosial budaya yang telah berobah dapat diusahakan untuk dibuat sedemikian rupa sehingga bisa sesuai dengan system sosial budaya yang mungkin penting karena ada hubungannya dengan sosialisasi anak. Karena, olahraga itu dapat menjadi suatu alat yang penting bagi sosialisasi (Piaget, 1995).
Lebih lanjut, penelitian olahraga dengan menggunakan pendekatan ilmu-ilmu sosial belum berkembang di Indonesia. Sedangkan penelitian yang dengan menggunakan pendekatan bio-medical baru mulai dikembangkan. Menurut hemat penulis, untuk mendapatkan hasil yang semaksimal mungkin dari suatu penelitian mengenai olahraga maka tidak ada salahnya kalau diwaktu-waktu yang akan datang diadakan suatu penelitian yang mengikut sertakan ahli-ahli dari berbagai bidang ilmu pengetahuan, baik dengan cara menggunakan pendekatan bio-medical maupun dengan pendekatan ilmu-ilmu sosial. Mungkin suatu penelitian antar bidang mengenai suatu masalah olahraga akan juga tidak hanya menambah pengetahuan teoritis dan kegunaan praktis dari hasil penelitian yang diperoleh tetapi juga suatu tradisi untuk menggalang suatu kerjasama ahli-ahli dari bidang-bidang pengetahuan yang berbeda-beda didalam melakukan penelitian, menganalisa dan memecahkan masalah–masalah yang penting yang dihadapi.





SUMBER

Motor Learning




Menstabilkan kemampuan-kemampuan dan keterampilan motorik bukanlah suatu pekerjaan yang gampang. Apalagi hal ini berkaitan dengan upaya peningkatan dan pengembangan kedalam suatu bentuk prestasi. Prestasi itu merupakan suatu yang sangat kompleks dan sensitif. Dikatakan komplek karena prestasi membutuhkan banyak pertimbangan dan kemampuan analisis yang tinggi, baik terhadap aspek-aspek yang mempengaruhi secara positif, apalagi terhadap hal-hal yang negatif. Untuk dapat membantu guru pendidikan jasmani dalam menyusun stategi pembelajaran dan mengendalikan proses pembelajaran secara optimal, maka diperlukan pengetahuan dan pengalaman atau pemahaman tentang ciri-ciri fase belajar motorik tingkat tiga.



Ciri-ciri Umum Fase Belajar Motorik Tingkat Tiga
Tugas seorang guru pendidikan jasmani pada fase belajar tingkat ketiga ini tidak dapat dikatan ringan bila dibandingkan dengan fase belajar tingkat pertama atau kedua, hal ini perlu dipahami,karena pada semua tingfkat belajar, guru pendidikan jasmani mempunyai tugas dan tujuan yang berbeda-beda.
Fase belajar tingkat pertama, guru mempunyai tugas yang berat, yaitu untuk memperkenalkan kepada peserta didik sesuatu yang baru dan berusaha untuk mengendalikan proses pembelajaran, sehingga peserta didik dapat menguasai hal-hal yang baru dan batas-batas tertentu.
Fase tingkat kedua, guru memiliki tugas untuk menambah dan memperhalus keterampilan peserta didik. Fase ini merupakan fase perentara atau transisi yang menentukan prestasi tinggi seseorang.
Fase belajar motorik tingkat tiga, guru mempunyai tugas untuk menstabilkan kemampuan-kemampuan motorik yang dikuasai serta mengembangkan berbagai situasi yang bervariasi.
Gerakan-gerakan yang dituntut untuk mengerjakan suatu tugas dapat dilakukan tampa merasa ada keraguan. Suatu hal yang perlu mendapat perhatian dari guru pendidikan jasmani adalah bahwa perbedaan kemampuan prestasi dalam pelaksanaan suatu gerakan yang nyata. Kemampuan prestasi tersebut kelihatan hampir sama, bila pelaksanaan gerakan dilakukan pada situasi dan kondisi yang tidak berubah-rubah.
Berdasarkan dari uraian di atas, dapat diperoleh suatu defenisi perbedaan kemampuan prestasi seseorang yang berada pada fase belajar pada tingkat tiga adalah kemampuan yang cukup tinggi dalam mentransper keterampilan motorik yang telah dikuasai ke dalam berbagai kondisi dan situasi. Kemampuan seseorang yang berada pada belajar tingkat tiga dalam mengambil atau merubah keputusan dalam waktu yang cukup cepat seta mempunyai kemampuan yang cukup tinggi untuk mentransfer keterampilan yang telah dikuasainya merupakan hasil perbaikan yang didapatnya melalui peningkatan dalam berbagi aspek, antara lain:
- Perbaikan dalam mengantisipasi suatu situasi dan kondisi
- Perbaikan peran analisator kinestetik, sehingga ia mampu mengendalikan dan mengatur implus-implus tenaga pada otot-otot yang bekerja sesuai dengan kebutuhan
- Perbaikan fungsi dan peran indera penerima impormasi
- Perbaikan-perbaikan dalam pengolahan impormasi yang diterima, perbaikan tersebut dapat dilihat dari semakin tepatnya keputusan-keputusan yang diambil. Hal ini dapat diamati pada ketepatan dan kemantapan penampilan gerak.

Kemampuan dalam mengambil dan merubah keputusanyang tepat dalam waktu yang singkat untuk menghadapi berbagai situasi oleh individu yang berbeda pada fase belajar tingkat ketiga merupakan hasil dari pengalaman-pengalaman motorik yang berhasil dikumpulkan dan disimpan dalam ingatan motorik pada pusat simpanan motorik. Pengalaman motorik yang tersimpan semakin membantu sipelaku gerakan untuk mengambil keputusan dalam waktu yang cepat, upaya menghadapi situasi dan kondisi tertentu.

Ciri-ciri Khusus Fase Belajar Motorik Tingkat Tiga
1.Terbentuknya Kemampuan Automatisasi
Kemampuan automatisasi ini merupakan tingkat kemampuan yang tinggi dalam penguasaan keterampilan motorik olahraga. Terbentuknya kemampuan automatisasi ini hanya mungkin, bila individu yang bersangkutan benar-benar telah menjiwai dan memiliki bermacam-macam bentuk gerakan dalam suatu cabang olahraga tertentu.
Kemampuan automatisasi ini erat hubungannya dengan program gerakan. Program gerakan yang telah tersimpan sebagai ingatan motorik, maka individu yang bersangkutan hanya tinggal merealisasikannya, sebagai contoh kongkrit misalnya gerakan kaki dan ayunan tangan pada saat berjalan.
Keadaan demikian menyebabkan gerakan-gerakan tersebut dimiliki secara mendasar oleh seseorang. Bila suatu saat dibutuhkan, maka program gerakan tersebut siap untuk direalisasikan ke dalam bentuk nyata yaitu gerakan.

2.Bayangan dan Konstuksi Bayangan Gerakan
Kecepatan dalam memilikidan mengkonstruksi bentuk-bentuk gerakan baru akibatnya dari perubahan situasi secara tiba-tiba atau kecepatan dalam pengaturan dan pengendalian kembali penyimpangan-penyimpangan gerakan. Perbaikan dalam aspek ini tdak hanya terlihat dari kecepatan mengkonstruksi program gerakan, tetapi juga berhubungan dengan ketepatan dari gerakan-gerakan yang dikonstruksi tersebut.
Dalam hal ini dapat kita amati didalam permainan bola basket. Seorang pemain telah membuat program gerakan untuk melakukan shooting, tetapi dengan tiba-tiba dihalangi oleh pemain lawan, pemain yang akan melakukan shooting tersebut dengan cepat dapat merobah program menjadi gerakan lain, seperti mengoper bola pada salah satu teman. Untuk pelaksanaan suatu gerakan adalah menyertai aspek-aspek yang berhubungan dengan program gerakan.
Misalnya dalam melaksanakan lompat jauh, seseorang akan melaksanakan gerakan
- Gerakan awalan
- Gerakan menolak
- Gerakan melayang
- Gerakan mendarat

3.Irama Gerakan
Berkaitan dengan irama gerakan, maka bentuk kerja yang diperlihatkan dalam pelaksanaan gerakan pada fase tingkat ketiga, ini terlihat semakin mulus dan lancar, sehinga gerakan-gerajan yang dilakukan cukup efesien dan efektif baik dalam hal pemakaian ruangan, maupun waktu dan tenaga. Ini merupakan hasil dari faktor peningkatan: perbaikan kemampuan antisipasi gerakan, peningkatan kualitas peran dan fungsi analisator kinestik, sehingga memungkinkan pemberian implus tenaga kepada otot-otot yang bekerja sesuai dengan kebutuhan.

4.Kecepatan Gerakan
Individu yang berada pada fase belajar tingkat ketiga mampu melakukan gerakan-gerakan yang dituntut dengan cepat. Bahkan situasi dan kondisi memaksa, dia mampu melakukan perubahan-perubahan bentuk gerakan dengan cepat. Suatu keistimewaan khusus yang dimiliki oleh individu yang berada pada fase belajar tingkat ke tiga adalah kemampuannya untuk memanipulasi bentu-bentuk gerakan.
Bentuk gerakan yang pertama adalah program yang sebenarnya yakni bentuk-bentuk gerakan atau bentuk-bentuk aksimotorik yang akan dilakukan untuk pencegahan tugas gerakan atau untuk meraih hasil yang dicapai. Sedangkan bentuk gerakan yang kedua adalah bentuk gerakan yang akan menunjang atau memperlancar program gerakan yang sesungguhnya (bentuk tipuan).

C. Ciri-ciri Kemampuan Penerimaan dan Pengolahan Impormasi Fase Belajar Tingkat Tiga.
Ciri-ciri khusus kemampuan penerimaan dan pengolahan imformasi individu yang berada pada fase belajar tingkat tiga adalah semakin meningkatnya fungsi dan peran analisator informasi kinestik. Dengan pengertian lain terjadinya peningkatan kepekaan analisator kinestik dalam penerimaan informasi.
Dengan demikian semakin meningkatnya kualitas kepekaan analisator kinestik berarti individu yang berada pada fase belajar tingkat ke tiga akan banyak menerima feet-back tentang jalannya gerakan dari analisator kinestik. Dengan pengertian lain bahwa individu yang bersangkutan akn banyak menerima umpan balik.

D.Ciri-ciri Fase Belajar Motorik Tingkat Tiga dan Implikasinya Kedalam Proses Pembelajaran.
Fase ini untuk menstabilkan kemampuan kordinasi halus yang telah dikuasai. Proses pembelajaran diarahkan untuk pembentukan kemampuan transper dari keterampilan-keterampilan motorik yang telah dikuasai tersebut pada berbagai situasi dan kondisi. Oleh karena itu, haruslah menjadi perhatian guru pendidikan jasmani akan memberikan latihan-latihan yang sesiai dengan karakter-karakter kemampuan yang di milki setiap individu.
Penyesuain tingkat kesulitan materi pengajaran dengan kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik. Materi yang disajikan dalam bentuk-betuk latihan yang akan diberikan harus dapat meransang kemampuandan keterampilan motorik didik untuk mengalami peningkatan kualitas kemampuan dan keterampilan motorik yang telah mereka kuasai.
Aspek lain yang harus mendapatkan perhatian dari guru pendidikan jasmani adalah penekanan latihan. Penekanan latihan dalam proses pembelajaran pada fase belajar tingkat ketiga ini harus lebih diarahkan pada peningkatan kemampuan peserta didik bertujuan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk mendeteksi kesalahan-kesalahan gerakan yang terjadi pada pelaksanaan gerakan berlangsung.
Bentuk latihan lain yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran adalah latihan dalam bentuk mental training. Misalnya memberikan latihan untuk membangun kontustruksi-konstruksi gerakan atau menyusun program gerakan, atau latihan-latihan yang dapat mengarahkan pe4ningkatan kemampuan peserta didik dalam mengambil keputusan secara tepat dan cepat untuk mengatasi berbagai situasi yang bermasalah. Untuk memantapkan hasil yang diperoleh dari latihan mental training diberikan beberapa kali, lalu dilanjutkan dengan latihan-latihan pelaksanaan sesuai dengan program gerakan. Latihan mental ini akan lebih bermanfaat lagi bila latihan diarahkan pada perhitungan kecepatan bagian gerakan yaitu:

- Kemampuan mengantisipasi perubahan situasi yang akan terjadi dan efek dari perubahan tersebut.
- Kempuan ketepatan gerakan.
- Kemampuan melaksanakan gerakan secara ekonomis, baik dari segi waktu, tenaga maupun ruang yang terpakai.
- Kemampuan pengambilan keputusan dengan cepat
Proses pembelajaran adalah prinsip penyelenggaraan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Pembelajaran cbsa pendidikan jasmani di sekolah guru masih dominan dalam pengambilan keputusan baik dalam menentukan bentuk-bentuk proses intekrasi yang terjadi maupun dalam didalam menetukan skenario proses penbelajaran itu sendiri. Selain itu ada juga guru pendidikan jasmani yang terlalu luas dalam menerjemahkan atau mengambil pengertian tentang prinsip CBSA. Ini sering membiarkan peserta didiknya dalam penyelenggaraan pengajaran pendidikan jasmani melakukan apa saja yang di inginkan mereka.
Pada prinsip CBSA menuntut keaktifan guru dan murid dalam proses pembelajaran. Tugas guru dalam penyelenggaraan CBSA adalah memikirkan, menganalisis situasi dan kondisi proses pembelajaran untuk mengarahkan atau memungkinkan peserta didik terlibat aktif dalam proses pembelajaran.




Pendukung guru dalam pembelajaran CBSA antara lain:

 Bergerak, berlari, melompat, berkejar-kejaran sudah merupakan kebutuhan alami para peserta didik.
 Situasi pengajaran pendidikan jasmani tidak sama dengan bidang study yang lain.
 Hal yang disajikan dapat meransang stimulus terhadap peserta didik untuk bergerak.
 Mengajak peserta didik untuk bersipat sportif.
 Menimbulkan semangat, melalui psikis yang dimilikinya.








MODEL INKLUSI DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI
Ditulis oleh Cucu Hidayat
Cucu Hidayat, Drs., M.Pd. adalah dosen Kopertis Wilayah IV yang dipekerjakan pada Program Studi Pendidikan
Olah Raga Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi Tasikmalaya. Abstract: The purpose of the
research is to find out the effects of teaching style and student attitude toward the physical education learning outcome.
The research was conducted to the students at the eigth Secondary School Tasikmalaya, in period of 2007/2008 with
samples 40 students of the seventh grade selected randomly. The result of the research conclusion that there are: (1)
The students physical education learning outcome by using inclution teaching style is better than those by practice
teaching style (2) The students who have positif attitude, and used inclution teaching style is better than those using
practice teaching style of physical education learning outcome (3) The students who have negative attitude, and used
practice teaching style is better than those using inclution teaching style of physical education laarning outcome (4)
There is an interaction between teaching style and student attitude toward of students physical education learning
outcome. So the students physical education learning outcome who have positif attitude can be improved by using
inclution teaching style. Keywords: inclution teaching style, practice teaching style
A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Masalah Pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan
keseluruhan, yang bertujuan untuk mengembangkan individu secara organik, neuromuskuler, intelektual dan emosional.
Dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani, pertumbuhan dan perkembangan intelektual, sosial dan emoslonal
anak sebagian besar terjadi melalui aktivitas gerak atau motorik yang dilakukan anak. Pendidikan jasmani menekankan
aspek pendidikan yang bersifat menyeluruh antara lain kesehatan, kebugaran jasmani, keterampilan berfikir kritis,
stabilitas emosional, keterampilan sosial, penalaran dan tindakan moral, yang merupakan tujuan pendidikan pada
umumnya. Atau secara spesifik melalui pembelajaran pendidikan jasmani, siswa melakukan kegiatan berupa permainan
(game), dan berolahraga yang disesuaikan dengan pertumbuhan dan perkembangan anak. Meskipun demikian unsur
prestasi dan kompetisi juga terdapat di dalamnya dan dimanfaatkan sebagai alat pendidikan. Sedangkan tujuan
pendidikan jasmani di Sekolah Menengah Pertama (SMP), meliputi aspek-aspek sebagai berikut. (1) mengembangkan
kepribadian yang kuat, mengembangkan sikap cinta damai, mengembangkan sikap sosial dan mengembangkan sikap
toleransi dalam kontek kemajemukan budaya, etnis dan agama. (2) Mengembangkan sikap sportif, sikap jujur, sikap
disiplin, sikap bertanggung jawab, sikap kerja sama, sikap percaya diri, dan melatih demokrasi melalui aktivitas jasmani,
melalui aktivitas permainan, dan melalui aktivitas olahraga. (3) Mengembangkan keterampilan-keterampilan gerak dan
keterampilan berbagai macam permainan dan olahraga (aktivitas luar sekolah atau alam bebas). (4) Mengembangkan
keterampilan pengelolaan diri untuk mengembangkan dan memelihara kebugaran melalui aktivitas jasmani dan
olahraga. (5) Mengembangkan keterampilan untuk menjaga keselamatan diri sendiri dan mengembangkan keterampilan
untuk menjaga keselamatan orang lain atau lingkungannya. (6) Mengetahui dan memahami konsep aktivitas jasmani
dan olahraga sebagai informasi untuk mencapai kesehatan, untuk memelihara kebugaran, dan membiasakan pola hidup
sehat. Dan (7) Mampu memanfaatkan waktu luang dengan aktivitas jasmani yang bersifat rekreatif. Berdasarkan tujuan
pendidikan jasmani di atas, maka Skolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), merupakan tempat mengembangkan dan
membina anak-anak yang sedang tumbuh dan berkembang, serta tempat pembelajaran keterampilan gerak cabang
olahraga secara harmonis. Karena masa anak-anak merupakan masa yang sangat penting untuk memperbaiki dan
menyelaraskan gerakan-gerakan mendasar, sehingga untuk pengembangan keterampiIan olahraga selanjutnya mereka
tidak mengalami hambatan yang berarti ketika mempelajari keterampilan motorik pada tingkat yang lebih sulit. Sejalan
dengan tujuan pendidikan jasmani di atas, maka pendidikan jasmani merupakan suatu sarana pendidikan yang
bertujuan mengembangkan kepribadian siswa dalam rangka pembentukan manusia seutuhnya dan pelaksanaan
pendidikan jasmani tersebut berhubungan erat dengan usaha-usaha pendidikan yang teratur, terencana dan
berkelanjutan dimulai dari jenjang sekolah dasar sampai Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA). Tujuan pelaksanaan
pendidikan jasmani di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), apabila dilihat dari perkembangan gerak anak, maka
tujuan pelaksanaan pendidikan jasmani mengarah pada proses berlangsungnya gerakan. Sehubungan dengan tujuan
pendidikan jasmani tersebut di atas, maka titik berat tujuan pendidikan jasmani di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
terletak pada proses jalannya gerakan. Sehingga hasil pembelajarannya dapat diukur dengan menilai hasil unjuk kerja
anak saat mempelajari gerakan. Hal ini berarti bahwa hasiI pembelajaran siswa dalam pendidikan jasmani yang
berhubungan dengan keterampilan olahraga dapat dinilai dengan kebenaran gerak. Adapun ruang lingkup mata
pembelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) berdasarkan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dijabarkan melalui lembar kerja
siswa pada kelas VII pada semester satu meliputi aspek-aspek sebagai berikut: (1) aktivitas permainan dan cabang
olahraga sepak bola, (2) aktivitas permainan dan cabang olahraga atletik, (3) aktivitas permainan dan cabang olahraga
pilihan, (4) aktivitas pengembangan cabang olahraga senam, (5) aktivitas cabang olahraga uji diri (cabang olahraga
senam lantai), (6) aktivitas ritmik (senam kesegaran jasmani 2000), (7) aktivitas cabang olahraga air (renang), dan (8)
aktivitas luar sekolah (out door education), (a) orientasi lingkungan olahraga dan (b) orientasi lingkungan rekreasi ).
Dalam upaya mencapai hasil belajar yang baik, dalam pembelajaran pendidikan jasmani, dan khususnya pembelajaran
teknik gerakan lompat tinggi gaya straddle, maka guru pendidikan jasmani perlu mengupayakan model pembelajaran
yang efektif dan atraktif. Untuk itu guru pendidikan jasmani harus berusaha seoptimal mungkin untuk mempengaruhi
siswa dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani, yaitu dengan cara menyajikan bentuk-bentuk pembelajaran
keterampilan gerak yang baik dan benar, agar dapat mendorong siswa untuk memahami, mengerti, dan mampu
melakukannya. Peran guru dalam proses pendidikan jasmani di antaranya adalah menentukan dan memilih gaya
pembelajaran yang tepat dan efektif agar siswa dapat mengerti dan memahami materi pembelajaran yang disajikan
sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Kemampuan guru memilih dan menyajikan materi pembelajaran ditentukan olen
EDUCARE: Jurnal Pendidikan dan Budaya
http://educare.e-fkipunla.net
Generated: 8 February, 2009, 13:05
________________________________________
Page 2
kemampuan dan pengalamannya dalam pembelajaran. Sehubungan dengan itu, maka untuk melakukan proses
pembelajaran pendidikan jasmani, dipilih gaya pembelajaran yang tepat dan mudah diterapkan kepada siswa, sehingga
berbagai aktivitas gerak pendidikan jasmani dapat dikuasai dengan baik dan benar. Gaya pembelajaran tersebut adalah
gaya pembelajaran inklusi dan gaya pembelajaran latihan yang khusus hanya digunakan dalam pembelajarankan
peraktek pendidikan jasmani. Gaya pembelajaran inklusi dan gaya pembelajaran latihan merupakan dua gaya
pembelajaran yang jarang dipergunakan oleh guru, dalam praktek pembelajaran pendiddikan jasmani di Sekolah
Menengah Pertama (SMP). Padahal gaya pembelajaran ini sangat cocok diterapkan pada siswa SMP yang menuntut
perkembangan kreativitas, fisik dan mental yang optimal. Gaya pembelajaran inklusi, adalah suatu gaya pembelajaran
yang digunakan oleh guru, dengan cara menyajikan materi pembelajaran secara rinci dan menawarkan tingkat-tingkat
kesulitan yang berbeda secara berurutan, yang bertujuan agar siswa kreatif dan mendapatkan kemudahan dalam
mempelajari suatu keterampilan gerak, juga siswa diberi kebebasan untuk memilih dan menentukan pada tingkat
kesulitan mana? untuk memulai belajar suatu gerakan. Serta diberi kebebasan dan keleluasaan pula untuk menentukan
berapa kali siswa harus mengulangi gerakan, dalam mempelajari suatu teknik gerakan dalam setiap pertemuan.
Sedangkan gaya pembelajaran latihan adalah merupakan suatu gaya pembelajaran yang dapat digunakan untuk
meningkatkan kemampuan dan keterampilan siswa terhadap bentuk gerak. Dengan cara memberi tugas untuk
melakukan latihan sebanyak-banyaknya dengan cara mengulang-ulang, sehingga terjadi peningkatan dalam
mempelajari suatu teknik gerakan. Efisiensi dan efektivitas pembelajaran pendidikan jasmani juga terkait dengan
masalah konsep diri, motivasi, sikap, minat, dan aktivitas belajar siswa. Seorang siswa yang telah meraih keberhasilan
belajar secara dini dan cepat akan lebih terpacu dan menyenangi kegiatannya daripada seorang siswa yang belajar
lama apalagi tidak berhasil. Pengalaman gagal menyebabkan seorang siswa cenderung akan menghindari dan tidak
menyenangi kegiatan belajarnya. Oleh karena itulah untuk mengakomodir adanya perbedaan individual pada diri siswa,
dimasukkan sikap siswa terhadap pembelajaran pendidikan jasmani sebagai variabel atribut dalam penelitian ini. 2.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai
berikut: a. Secara keseluruhan, apakah terdapat perbedaan hasil belajar pendidikan jasmani antara kelompok siswa
yang menggunakan gaya pembelajaran inklusi dengan kelompok siswa yang menggunakan gaya pembelajaran latihan ?
b. Bagi siswa yang memiliki sikap positif terhadap pendidikan jasmani, apakah terdapat perbedaan hasil belajar
pendidikan jasmani antara kelompok siswa yang menggunakan gaya pembelajaran inklusi dengan kelompok siswa yang
menggunakan gaya pembelajaran latihan? c. Bagi siswa yang memiliki sikap negatif terhadap pendidikan jasmani,
apakah terdapat perbedaan hasil belajar pendidikan jasmani antara kelompok siswa yang menggunakan gaya
pembelajaran inklusi dengan kelompok siswa yang menggunakan gaya pembelajaran latihan? d. Apakah terdapat
pengaruh interaksi antara gaya pembelajaran dan sikap terhadap hasil belajar pendidikan jasmani?
3. Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh gaya pembelajaran dan sikap
siswa terhadap pendidikan jasmani terhadap hasil belajar pendidikan jasmani siswa Sekolah Menengah Pertama.
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: a. perbedaan hasil belajar pendidikan jasmani antara
kelompok siswa yang menggunakan gaya pembelajaran inklusi dengan kelompok siswa yang menggunakan gaya
pembelajaran latihan, secara keseluruhan? b. perbedaan hasil belajar pendidikan jasmani antara kelompok siswa yang
menggunakan gaya pembelajaran inklusi dengan kelompok siswa yang menggunakan gaya pembelajaran latihan, bagi
siswa yang memiliki sikap positif terhadap pendidikan jasmani? c. perbedaan hasil belajar pendidikan jasmani antara
kelompok siswa yang menggunakan gaya pembelajaran inklusi dengan kelompok siswa yang menggunakan gaya
pembelajaran latihan bagi siswa yang memiliki bagi siswa yang memiliki sikap negatif terhadap pendidikan jasmani? d.
pengaruh interaksi antara gaya pembelajaran dan sikap siswa terhadap hasil belajar pendidikan jasmani? 4. Kegunaan
Penelitian a. Hasil penelitian yang diperoleh berguna sebagai bahan pertimbangan dalam pengembangan peningkatan
kualitas pembelajaran pendidikan jasmani. b. Bagi Para Guru Pendidikan Jasmani, hasil penelitian ini dapat dijadikan
alternatif pilihan cara pembelajaran pendidikan jasmani yang efektif dan efisien. c. Bagi Pengembangan kurikulum, hasil
penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan untuk menyempurnakan kurikulum pendidikan jasmani yang sudah ada.
B. Metodologi Penelitian 1. Metode dan Disain Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
eksperimen dengan rancangan (disain) faktorial 2X2. Sebagai variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar
pendidikan jasmani. Variabel bebas pertama sebagai perlakuan (Variabel eksperimen) adalah gaya pembelajaran, yaitu
gaya pembelajaran inklusi sebagai eksperimen dan gaya pembelajaran latihan sebagai kontrol. Variabel bebas kedua
sebagai atribut adalah sikap siswa terhadap pendidikan jasmani, yang dibedakan menjadi sikap yang positif, dan sikap
negatif. 2. Populasi dan Sampel Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh siswa Sekolah Menengah
Pertama (SMPN 8) Kota Tasikmalaya Jawa Barat. Sedangkan populasi terjangkau adalah seluruh siswa putera kelas
tujuh tahun ajaran 2007/2008 sebanyak 128 orang. Teknik pengambilan sampel dilakukan melalui tahap-tahap sebagai
berikut: Pertama, menentukan populasi terjangkau, yaitu siswa putera kelas tujuh Sekolah Menengah Pertama (SMPN 8)
Kota Tasikmalaya Jawa Barat. sebanyak 128 orang. Kedua, secara random mengambil sampel sebanyak 80 orang
siswa putera kelas tujuh Sekolah Menengah Pertama (SMPN 8) Kota Tasikmalaya dari kerangka sampel (sampling
frame). Ketiga, dari 80 orang siswa tersebut dibagi dua kelompok dengan cara dirandom untuk ditempatkan pada
kelompok siswa yang diajar dengan gaya pembelajaran inklusi dan kelompok siswa yang diajar dengan gaya
pembelajaran latihan, sehingga masing-masing kelompok terdiri dari 40 orang. Keempat, setelah diberi perlakuan
kepada masing-masing kelompok kemudian diberikan tes motivasi berprestasi. Hasilnya, dari masing-masing kelompok
kemudian diranking mulai dari skor terbesar sampai yang terkecil, untuk menentukan kelompok siswa yang memiliki
kategori motivasi berprestasi tinggi dan rendah. Atas dasar hasil tes tersebut, diperoleh jumlah subjek dari masing-
masing kelompok sebanyak 20 orang, yakni 27 % sebagai kelompok atas, yang dikategorikan sebagai siswa yang
memiliki motivasi berprestasi tinggi masing-masing sebanyak 10 orang (27% dari 40 = 10,8 diambil 10 orang), dan 27 %
sebagai kelompok bawah, yang dapat dikategorikan sebagai siswa yang memiliki motivasi berprestasi rendah juga
EDUCARE: Jurnal Pendidikan dan Budaya
http://educare.e-fkipunla.net
Generated: 8 February, 2009, 13:05
________________________________________
Page 3
masing-masing sebanyak 10 orang (27% dari 38 = 10,8 diambil 10 orang), sehingga secara keseluruhan jumlah subjek
yang terlibat dalam penelitian ini adalah berjumlah 40 orang yang tergabung dalam empat kelompok perlakuan. Bagi
subjek yang skor sikapnya berada di antara kedua kategori tersebut tetap diikutsertakan dalam penelitian. Kelima,
menempatkan sampel yang terpilih berdasarkan sikapnya, sehingga terbentuk kelompok A1 (kelompok yang diajar
dengan menggunakan gaya pembelajaran inklusi) dan kelompok A2 (kelompok yang diajar dengan menggunakan gaya
pembelajaran latihan). 3. Teknik Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis
varians (ANAVA) dua jalur, dan diuji lanjut dengan menggunakan uji Tukey, setelah terlebih dahulu dilakukan uji
persyaratan analisis varians (ANAVA), yakni uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas dilakukan dengan
menggunakan uji Lilliefors dengan taraf signifikansi α = 0,05. Sedangkan untuk uji homogenitas dilakukan dengan
menggunakan uji Bartllet dengan taraf signifikansi α = 0,05. C. Pembahasan Hasil Penelitian Hasil pengujian
hipotesis pertama menunjukan bahwa, secara keseluruhan terdapat perbedaan hasil belajar pendidikan jasmani yang
berarti antara kelompok siswa yang menggunakan gaya pembelajaran inklusi dengan kelompok siswa yang
menggunakan gaya pembelajaran latihan. Gaya pembelajaran inklusi memberikan pengaruh lebih baik dibandingkan
dengan gaya pembelajaran latihan terhadap hasil belajar pendidikan jasmani siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP)
Kelas VII (tujuh). Pembelajaran pendidikan jasmani menggunakan gaya pembelajaran inklusi memberikan lebih banyak
kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan sesuai potensi masing-masing individu. Setiap individu
diberi kebebasan menentukan kegiatan belajar dalam hal memulai pembelajaran, pelaksanaan melakukan tugas-tugas
gerak, penilaian hingga menentukan target kegiatan belajar berikutnya, sehingga akan membangkitkan motivasi dan
merangsang kreativitas siswa. Di samping itu peran guru tidak terlalu dominan, karena guru tidak langsung menuntun
siswa seperti yang dilakukan dalam gaya pembelajaran latihan. Sedangkan dalam gaya pembelajaran latihan siswa
dilatih berbagai keterampilan, tahap demi tahap atau bagian demi bagian (tidak langsung pada sasaran), sehingga peran
guru di sini sangat dominan, karena harus memberi contoh, di samping itu suasana pembelajaran atau suasana berlatih
juga monoton serta kurang variatif sehingga ada kecenderungan membosankan, sehingga pada akhirnya hasil belajar
pendidikan jasmani yang diharapkan kurang maksimal. Hasil pengujian hipotesis kedua menyimpulkan bahwa terdapat
perbedaan hasil belajar pendidikan jasmani yang berarti, antara kelompok siswa yang menggunakan gaya pembelajaran
inklusi dan kelompok siswa yang menggunakan gaya pembelajaran latihan, bagi kelompok siswa yang memiliki sikap
positif. Gaya pembelajaran inklusi memberikan pengaruh lebih baik dibandingkan dengan kelompok siswa yang
menggunakan gaya pembelajaran latihan terhadap hasil belajar pendidikan jasmani. Pembelajaran pendidikan jasmani
dengan menggunakan gaya pembelajaran inklusi, dilakukan dengan memberi kebebasan kepada siswa untuk
melakukan kegiatan belajarnya secara mandiri, dari mulai menentukan awal kegiatan belajar, pelaksanaan belajar
hingga penilaian kemajuan belajar serta menentukan kegiatan belajar berikutnya. Hal ini memungkinkan manakala siswa
memiliki sikap yang positif terhadap pembelajaran pendidikan jasmani. Sikap positif siswa terhadap pembelajaran
pendidikan jasmani biasanya diiringi kesediaan siswa untuk merespon setiap rangsang yang disediakan guru. Dengan
demikian siswa akan senantiasa melakukan kegiatan belajar secara aktif walau tanpa diawasi secara ketat oleh guru.
Kondisi ini akan terjadi sebaliknya bila siswa memiliki sikap yang negatif terhadap pembelajaran pendidikan jasmani,
yang biasanya ditandai dengan sikap tak acuh siswa terhadap program yang ditawarkan guru. Kurangnya pengawasan
guru, arahan dan bimbingan yang dilakukan secara ketat akan mengakibatkan siswa tidak bergairah dan malas belajar.
Sedangkan hasil pengujian hipotesis ketiga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang berarti hasil belajar
pendidikan jasmani siswa antara yang menggunakan gaya pembelajaran inklusi dan yang menggunakan gaya
pembelajaran latihan, bagi kelompok siswa yang memilik sikap negatif. Kelompok siswa yang menggunakan gaya
pembelajaran latihan lebih baik dari pada kelompok siswa yang menggunakan gaya pembelajaran inklusi, bagi siswa
yang memiliki sikap negatif. Gaya pembelajaran latihan menuntut guru lebih aktif, baik dalam hal menentukan kegiatan
awal belajar siswa, mengontrol secara ketat pelaksanaan tugas gerak siswa, menilai hasil belajar siswa, serta
menentukan kegiatan belajar siswa berikutnya. Dengan demikian bagi siswa yang memiliki sikap negatif gaya
pembelajaran sepertiini lebih cocok karena siswa dipaksa untuk berbuat dan berperilaku sesuai dengan kehendak guru.
Sebaliknya bagi siswa yang memiliki sikap positif pengawasan yang terlalu ketat cenderung menghambat terhadap
kreativitas dan kemajuan belajarnya. Maka dengan demikian gaya pembelajaran latihan kurang diminati oleh siswa yang
memiliki sikap yang positif, akan tetapi dianggap cocok bagi siswa yang memiliki sikap negatif. Atau dengan kata lain,
gaya pembelajaran latihan lebih cocok digunakan dalam pembelajaran pendidikan jasmani bagi siswa yang memiliki
sikap negatif dari pada menggunakan gaya pembelajaran inklusi. Hasil pengujian hipotesis keempat melalui analisis
varians (ANAVA) diperoleh hasil, bahwa terdapat pengaruh interaksi antara gaya pembelajaran dengan sikap siswa
terhadap hasil belajar pendidikan jasmani siswa SMP kelas tujuh. Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa hasil
belajar pendidikan jasmani, selain dipengaruhi oleh gaya pembelajaran yang digunakan, juga dipengaruhi oleh kontribusi
faktor internal siswa seperti sikap siswa terhadap,pembelajaran pendidikan jasmani. Interaksi keduanya dapat dilihat
dari pelaksanaan gaya pembelajaran yang melibatkan komponen fisik, teknik, taktik dan mental di dalam
pelaksanaannya. Aspek fisik dan teknik digunakan di dalam melaksanakan berbagai aktivitas gerak dalam pendidikan
jasmani. Sedangkan aspek mental dipergunakan untuk menjaga motivasi dalam pembelajaran. Dari hasil penelitian
dapat disimpulkan bahwa tidak ada satupun gaya pembelajaran yang cocok untuk digunakan dalam berbagai situasi dan
kondisi. Dalam aplikasinya, gaya pembalajaran apapun yang digunakan, semua harus tetap mempertimbagkan kondisi-
kondisi tertentu, baik faktor internal maupun eksternal siswa untuk meningkatkan hasil belajar pendidikan jasmani. D.
Kesimpulan Berdasarkan temuan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan hasil penelitian sebagai berikut: Pertama,
secara keseluruhan hasil belajar pendidikan jasmani kelompok siswa yang menggunakan gaya pembelajaran ingklusi
lebih baik dari pada kelompok siswa yang menggunakan gaya pembelajaran latihan. Kedua, bagi siswa yang memiliki
sikap positif, hasil belajar pendidikan jasmani siswa yang menggunakan gaya pembelajaran inklusi lebih baik dari pada
yang menggunakan gaya pembelajaran latihan. Ketiga, bagi siswa yang memiliki sikap negatif, hasil belajar pendidikan






Fitts / Posner Belajar dari 3 tahapan dan Olahraga Panggilan Tes
10 November 2008
oleh Chad Englehart


Banyak atlet hari ini ada keinginan untuk mencapai tingkat yang lebih tinggi dari athletics. Baik itu merupakan atlet pergi dari Tinggi ke Jr High School, atau membuat atlet peralihan dari sekolah ke perguruan tinggi dan besar athletics satu perguruan ke athletics profesional. Seluruh Amerika, ada mimpi atlet muda untuk bertanding di atas mereka olahraga; banyak mencoba hanya beberapa berhasil. Untuk bertanding di tingkat profesional yang diperlukan semua intangibles latihan, kerja keras, hati, keinginan, keahlian, kekuatan, kecepatan, dll, tetapi, salah satu yang paling penting adalah traits kata yang sederhana dan ia genetika. Beberapa atlet dapat mereka atas potensi genetik hanya menjalankan 4.97second 40 yard dash atau taburan mereka cepat bola di 78mph dan yang ok, tapi tanyakan pada diri Anda sebagai orang tua atau mantan atlet, saya max out my potensi? Kapan saya mulai benar-benar pelatihan dan pendidikan yang saya pelatih mengenai bagaimana dan mengapa? Apakah saya pelatih mengajarkan saya cara yang tepat untuk melatih dan melaksanakan tugas-tugas yang berbeda, drills, atau ujian? Seperti banyak dari hari ini kekuatan dan kecepatan spesialis, kami telah mendengar dari semua NFL Combine berbeda dan menggabungkan dilaksanakan di seluruh bangsa yang tes yang atletis dengan kemampuan atlet. Salah satu pertanyaan di sepak bola adalah cara yang cepat atlet dari 40 yard dash adalah, dalam baseball adalah cara yang cepat atlet dapat menjalankan 30 atau 60 yard dash. Beberapa atlet yang lahir dengan tidak dapat menjalankan kedua 4,23 atau 40 yard dash berbakat hadiah lainnya seperti yang dapat mengadakan baseball 98mph hanya 18 tahun, tetapi bagaimana dengan atlet yang tidak diberkati dengan kemampuan dan genetika. I am a kecepatan dan kekuatan profesional dan saya akan memberitahu Anda hal-hal ini dapat diajarkan. Dalam teori, setiap atlet dapat melatih dan menjalankan 4,2 detik atau 40 yard dash melemparkan 98mph NO tetapi jika coached baik dan jika seorang atlet mulai awal cukup dalam kehidupan mereka ke program tubuh mereka maka mereka bisa mendapatkan yang terbaik dari mereka genetic make-up. Dalam sebuah atlet dari kehidupan mereka akan waktunya oleh pandu atau pelatih untuk melihat bagaimana cepat mereka. Perlu diketahui, hal ini tidak memberitahu coaches pramuka atau bagaimana atlet yang berbakat pada olahraga tertentu, tetapi mereka hanya kecepatan. Oleh karena itu, ini adalah ujian dan harus diperlakukan seperti ujian yang berarti telah dididik dan belajar untuk ujian. Ini membawa saya ke Fitts dan Posner Tiga Tahap-model pembelajaran yang motor keterampilan.
Paul Fitts dan Michael Posner disajikan tiga tahap model pembelajaran pada tahun 1967 dan sampai hari ini dianggap berlaku di dunia motor belajar. Tahap pertama disebut tahap kognitif belajar adalah ketika pemula berfokus pada masalah cognitively berorientasi (Magill 265). Ini adalah saat pemula mencoba untuk menjawab pertanyaan seperti: Apa tujuan dari 40 halaman sprint? Dimana saya harus berada pada sisi garis datang dari tiga titik sudut? Bagaimana dan dimana saya tempat kaki saya? Bagaimana beban didistribusikan? Ada banyak pertanyaan yang seorang atlet ketika mereka telah terlebih dahulu mencoba untuk mempelajari tiga titik sikap untuk 40 yard dash. Dan yang mengejutkan atlet yang lama, maka ia sulit untuk mengajar yang benar dari mekanik dimulai. Hal ini karena mereka telah melakukannya dengan cara sebagian besar mereka hidup. Ingat lebih mudah untuk mengajar baru dari kebiasaan untuk mencoba untuk memperbaiki kebiasaan buruk. Fitts dan Posner menjelaskan peserta didik harus terlibat dalam kegiatan kognitif sebagai ia mendengarkan petunjuk dan menerima umpan balik dari instruktur (Magill 265). Tentu saja pada tahap pertama yang learner atau atlet yang akan membuat banyak kesalahan dan kesalahan yang membuat mereka memiliki kecenderungan untuk menjadi besar. Para peserta didik atau atlet dalam tahap ini adalah sadar konyol. Ini adalah saat atlet menyadari bahwa mereka tidak terampil sebagai mungkin mereka berpikir bahwa mereka atau pemikiran mereka dapat. Salah satu cara untuk membantu atlet ini melalui tahap pertama dan menunjukkan kesalahan mereka adalah melalui video analisis. Dari pengalaman, setelah peserta didik atau atlet dapat menonton mereka kesalahan mereka cenderung benar mereka di tingkat yang lebih cepat.





SUMBER

Olahraga Dan Fenomena Sosial






Dewasa ini olahraga menjadi suatu fenomena budaya yang tersohor dan kompleks, mempunyai dua konsekuensi yaitu fositif dan negatif untuk individu dan masyarakat. Hal itu mempunyai makna secara menyeluruh, jika tidak semuanya, tentu dikondisikan oleh institusi sosial, termasuk pendidikan, ekonomi, seni, politik, hukum, komunikasi massa dan diplomasi internasional. Mencakup beberapa penilaian, hampir setiap orang termasuk didalamnya, yang mengambil bagian.
Pada ketentuan dari komitmen publik terhadap olahraga, saat ini, telah diterima dari berbagai studi seperti fenomena sosial. Agaknya keberadaan ambikuitas olahraga cukup besar untuk menjamin para ilmuan sosial dan berbagai penguraian yang jelas, untuk menjelaskan sendiri, pentingnya desakan sosial yang bersifat non eksis pada olahraga.
Tanpa menyepelekan batasan studi olahraga, bahwa konsep suatu istilah ambikuitas mempunyai perbedaan makna untuk berbagai ragam pemahaman masyarakat. Ambikuitas merupakan upaya untuk menentukan cakupan topik pembahasan olahraga dari berbagai pemberitaan lewat surat kabar setiap hari. Ditemukan ragam kompetisi olahraga, iklan atau fashion olahraga, kebijakan-kebijakan mengenai perbaikan skill olahraga dalam penanganan tertentu, yang mudah dinyatakan dalam organisasi olahraga termasuk permasalahan mengenai rekrutmen atlet, keberhasilan dan kegagalan dalam pelaporan keuangan, kesenjangan politik dan skandal berbagai event olahraga.


Adapun tinjauan batasan dari olahraga, agaknya memberikan suatu penilaian pada berbagai media massa, suatu pemahaman yang kompleks dari ragam fenomena olahraga yang memerlukan adanya suatu pendekatan konseptual secara sistimatik. Yang meliputi beberapa tahapan arah dan pertimbangan dalam berbagai istilah yang menjelaskan tingkatan analisis dalam olahraga yang ditinjau dari aspek akurasi, lembaga sosial, dan bentuk-bentuk cakupan sosial
1. Olahraga sebagai suatu akurasi permainan.
Mungkin sering memikirkan arti olahraga, secara khusus dari suatu analitik prospektif, bagaimanapun olahraga menjadi tunggal yang ditinjau sebagai suatu akurasi permainan aktual. Dalam paragraph tersebut terdapat karakteristik dasar dari permainan yang diuraikan secara singkat, dan referensi secara kontinu dibuat untuk olahraga sebagai suatu tipe khusus dari permainan. Dengan cara mendefenisikan suatu permainan dalam berbagai bentuk persaingan permainan dapat ditangani dengan menentukan kemampuan skill fisik, strategi atau perubahan, yang dikerjakan secara tunggal atau dalam berbagai kombinasi.
1.1 Permainan
Permainan kompetisi adalah pemberian konteks yang mempunyai satu atau lebih elemen-elemen permainan. Suatu permainan mempunyai tujuan yang tidak dapat dipertimbangkan secara sederhana sebagai suatu sub kelas permainan, sebab olahraga secara logis menjadi suatu kerangka permainan yang menjadi pembenahan suatu olahraga professional yang dipertimbangkan menurut kaidah defenisi yang saling terkait. Hal tersebut memerlukan satu aspek atau lebih yang mempunyai peranan dasar sebagai komponen-komponen permainan dan event-event bentuk organisasi yang lebih tinggi dari suatu olahraga yang tidak hanya komplek memberikan penilaian sesuai tingkat karakteristik permainan.
Pengembangan karakteristik formal memainkan peranan yang disebut sebagai aktivitas bebas dalam mengembangkan suatgu kesadaran yang berada yang sama penyerapan pemahamnan permainan terjadi secara intensif dan beradaptasi suatu aktivitas yang berhubungan material, dan nomn profit yang dapat memberi keuntungan terhadapnya. Proses dalam memberikan aturan tetap dan pengem- bangan prilaku secara terdata. Memajukan bentuk dari suatu pengelompokan sosial cenderung meliputi tingkat tekanan yang dirasakan berbeda-beda dari suatu uraian umum dalam berbagai perbedaan atau makna lainnya (Huizinga, 1995:13).
Caollois (1961) memberi batasan berbagai peranan secara aktif meliputi kebebasan, penyebaran, ketidakpastian, tidak prodoktif terhadap perubahan aturan dan karakteristik yang menumbuhkan suatu keyakinan. Hal tersebut dijelaskan sebagai berikut:
a) Kebebasan
Kebebasan dalam permainan adalah suatu aktivitas sukarela, yaitu tidak merasa tertekan untuk bermain, permainan dilakukan dalam suatu waktu yang bebas, dan permainan dapat memberikan inisiatif dan pemenuhan keinginan. Karakteristik dari permainan, termasuk beberapa bentuk dari permainan olahraga amatir.
b) Penyebaran
Huizinga dan Coillois mengartikan penyebaran bermain secara terbagai-bagi dan secara temporal terbatas. Kelayakan bermain ini secara tertentu benar dalam olahraga. Contoh banyaknya bentuk olahraga yang dapat dilakukan secara terbagi-bagi sesuai lingkup sosial millinium seperti pada lapangan matador banteng, stadion sepak bola, lapangan golf, lomba pacuan kuda dan kolam renang. Selanjutnya dengan beberapa pengecualian bentuk olahraga yang mempunyai aturan yang secara khusus dari durasi suatu konteks yang diberikan.
c) Ketidakpastian
Ketentuan atau hasil dari permainan tidak dapat ditentukan sebelum menanganinya. Sama halnya melakukan suatu penentuan karakteristik dari semua permainan yang dinyatakan dengan penanganan yang tidak pasti. Mungkin itu adalah faktor yang lebih dari suatu desakan atau tekanan dari konteks bermain. Ketentuan dari berbagai persaingan yang tidak sesuai adalah bentuk rutinitas untuk konteks dan muatan spectator terhadap upaya-upaya dalam meningkatkan keseimbangan antara pihak oposisi yang tercatat sebagai menentang kelayakan olahraga. Upaya-upaya secara bentuk berfokus pada permasalahan ukuran, skill dan pengalaman. Contoh upaya-upaya pengembangan kesamaan berdasarkan ukuran formasi dari bahasa atlet dan berbagai kaitan dengan kompensasi organisasi sosial memberikan ukuran dan rancangan dari suatu bobot kelas untuk permainan tinju dan gulat. Ilustarasi dari upaya dalam menentukan tingkat kesamaan di antara konteks yang berbasis skill dan pengalaman yang diterapkan menjadi pegangan untuk para pemain bolwing, golf, sesuai ragam tingkat rancangan aturan dari persaingan dalam suatu organisasi, termasuk berbagai tim pemain junior, kelas permainan atlet sekolah dan pemain dari draf tim baru yang harus menggunakan aturan liga professional.
d) Perubahan aturan
Semua tipe permainan dinyatakan berdasarkan aturan, yang bersifat formal atau non formal. Hal itu menyarankan bahwa olahraga dapat dibedakan dari permainan yang umum sesuai dengan pernyataan yang biasanya mempunyai ragam aturan yang lebih besar dan mempunyai jumlah norma formal yang absolut seperti uraian tertulis dan praturan normal sama halnya, sangsi yang dikenakan dalam jumlah yang bersesuaian dari berbagai pelanggaran permainan dalam olahraga. Contoh pemain basket ball harus bermain secara konsisten dengan tetap mematuhi aturan-aturan dan ketentuan permainan, pemain hoki harus mempunyai aturan waktu tertentu, berbagai aturan main dalam kotak finalti setelah permainan dilangsungkan, dan pemain sepak bola tidak dapat meninggalkan permainan tanpa ditentukan oleh wasit.
Dengan respek terhadap tata normative permainan dan olahraga, suatu kelayakan eksplisit biasanya membatasi kriteria definitip untuk menentukan pemenang. Adapun aturan yang benar dari beberapa aturan yang mengikat, banyak kontestan yang melakukan aturan ambivalent yang sesuai dengan ketentuan batas waktu yang ditentukan final. Ragam makna pemenang dalam olahraga disesuaikan berdasarkan kesepakatan. Adapun yang relavan untuk diamati dalam berbagai persaingan olahraga adalah tingkat kapasitas yang tinggi, suatu seri konteks pertandingan gelanggang olahraga (seri dunia) dalam suatu upaya dalam suatu upaya dalam menetapkan suatu aturan yang menjadi unsur-unsur perubahan dari suatu kemenangan yang berbasis kesepakatan. Suatu tim disebut mendapatkan suatu kemenangan apabila kemenangan tersebut diakui oleh lawan bermain, bahkan diberikan suatu penghargaan lebih baik atau lebih unggul sesuai yang diharapkan.
e) Membuat keyakinan.
Huizinga dan Coillois mengistilahkan taraf signifikan terhadap suatu keyakinan terhadap permainan yang dilakukan diluar ordinary atau real dari suatu kelangsungan yang dapat dibedakan dengan suatu penetapan kualitas. Sementara karakteristik ini memainkan peranan dalam olahraga, yang menarik untuk dicatat bahwa pernyataan tersebut dinyatakan Vablen bahwa cakupan olahraga mempunyai karakteristik yang membuat keyakinan terhadap permainan dan eksploitasi kepada anak, khususnya kepada anak laki-laki, secara terlingkupi didalamnya. Membuat suatu keyakinan terhadap suatu proporsi yang sama dalam semua olahraga, memberikan adanya suatu apresiasi taraf kepercayaan secara menyeluruh (Vablen, 1934: 256)
Huizinga (1955) telah mengamati bahwa penetapan kualitas dari suatu permainan membutuhkan adanya suatu kesadaran yang memainkan peranan terhadap keseriusan contoh, kejadian menangani perbincangan professional yang menyatakan adanya bentuk suatu tindakan “pekerjaan nyata”. Sama halnya, beberapa penulisan yang menjadi penerapan dalam menentukan suatu esensi dari suatu olahraga. Ronger Kahn memberikan contoh sebagai berikut:
Banyak hal penting yang dapat menjadi aspek pelaporan dari olahraga Amerika yang secara diam-diam yang dapat diteliti suatu pemahaman rasional. Termasuk upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi berbagai kejadian penting dalam suatu permainan olahraga dan berbagai permainan semi olahraga yang dapat dilalui berdasarkan perjuangan untuk bersikap sesuai dengan tingkat jastifikasi dalam berbagai konstribusi yang dapat dikembangkan dalam permainan olahraga (Kahm, 1957: 10).
Sebaliknya Huizinga (1955) secara hati-hati menunjukkan bahwa kesadaran dari permainan hanya dilakukan sesuai dengan makna suatu ketentuan secara serius. Seperti contoh mempertimbangkan keseriusan terhadap berbagai perlakuan yang berbeda dari permainan golf, keseriusan tersebut menjadi penanganan yang harus dikemukakan berdasarkan tingkat permainan olahraga yang ada di Amerika.
Menerima kenyataan bahwa membuat kualitas yang lebih baik dari permainan mempunyai beberapa hal yang relavan terhadap olahraga, itu merupakan bentuk kesulitan secara empiris menjadi dasar dari permainan karakteristik ordinary – riil dalam permainan. Bagaimanapun dimensi sisi luar kehidupan nyata dari suatu permainan kemungkinannya dapat terlihat dalam: (1) Kualitas itu sendiri, (2) Penanganan artikel dan (3) Sumber potensi untuk aktualisasi diri atau produksi, maka kualitas itu sendiri.
Dalam setiap permainan, kontestan melakukan beberapa hal yang sama dan beberapa aspek realitas eksternal seperti berbagai bentuk ras, pendidikan, pekerjaan dan status keuangan yang menjadi atribut relavan untuk durasi dari suatu pemberian konteks olahraga.
Kendala artifical. Kendala yaitu penanganan individu dalam melakukan pekerjaan setiap hari tidak biasanya bersifat pra determinan yang rill sesuai cakupan terhadap kenyataan tertentu dan secara social memerlukan kondisi yang dapat ditemukan. Sebaliknya, dalam berbagai permainan penanganan secara artifical menentukan “taraf hidup dan mati” secara signifikan sebagai suatu kesulitan yang harus dilakukan seperti olahraga, mendaki gunung Alpine, yang biasanya secara esensial berkaitan dengan berbagai pengalaman pengalaman yang berharga.
Sumber sumber potensial. Sama halnya, itu telah diamati banyak kondisi kehidupan rill dikembangkan menurut struktur dan proses yang diperlukan untuk cakupan terhadap berbagai kendala yang dapat ditangani, meskipun dalam suatu permainan atau situasi pertandingan semua struktur dan proses diperlukan untuk mengidealkan berbagai penanganan defibrillates dan realisasi kemungkinan alternatif dari tindakan secara potensial yang tersedia.
Dalam jumlah yang demikian, pertandingan yang dimainkan secara bentuk satu atau lebih elemen permainan yaitu bebas, terbagi, tidak pasti, tidak produktif, terdata, dan membuat keyakinan. Unsur unsur tersebut yang memegang peranan permainan yang kompetitif.
1.2 Kompetisi
Kompetisi didefinisikan sebagai suatu perjuangan untuk supremasi antara dua atau lebih oposisi yang dihadapi. Kata frase “antara dua atau lebih oposisi yang dihadapi” adalah interprestasi yang agak membatasi terhadap kompensasi hubungan kompetetif antara manisia dan objek lainnya dari suatu pengertian, diantara animasi dan bukan animasi. Dengan demikian hubungan persaingan mencakup :
1. Persaingan antara satu individu dan individu lainnya seperti suatu pertandingan tinju atau sebuah pertarungan lari 100 meter.
2. Kompetisi antara satu tim terhadap tim lainnya seperti permainan hoki atau pacuan.
3. Kompetisi antara suatu individu atau suatu tim atau suatu objek animasi dari suatu pengertian antara pertarungan banteng atau pertarungan rusa.
4. Kompetisi suatu individu atau suatu tim dan sebuah objek tanpa animasi dari suatu pengertian seperti pertandinagn kanon air atau mendaki gunung.
5. Kompetisi antara suatu individu atau sebuah tim dan suatu standar “ideal seperti upaya individu untuk mengembangkan subuah rekor duia pada lari 150 meter atau suatu tim basket ball yang mencoba memecahkan rekor waktu. Kompetisi yang dianggap standar”ideal” juga mempunyai konseptual seperti penggunaan waktu atau ruang, atau sesuai dengan penanganannya tersendiri.
Klasifikasi dapat ditentukan diantara empat penerapan tersebut diatas yang mengilustrasikan makna frase dua atau lebih oposisi yang berhadapan dan dapat dikasifikasikan dari kompetisi parse. Adapun bagan yang harus mempunyai relevansi untuk tujuan tersebut, nilainya dibatasi oleh kenyataan bahwa kategori secara mutual eksklusif atau secara mutual inclusive. Adapun setiap atau detik melakukan kompetisi dalam berbagai pertarungan secara kompetetif mencakup cara cara yang sesuai terhadap individu atau tim yang memperhadapkan suatu standar “ideal” (suatu upaya untuk mengembangkan individu dan/atau rekor tim yang dicapai).
1.3 Penanganan Atribut : skill fisik,staraegi dan perubahan
Laporan dan saran yang mendasari ragam permainan dunia dapat diklasifikasikan pada basis penanganan atribut seperti :
1. Permainan skill fisik, dalam penanganan yang ditentukan oleh aktivitas permainan yang bergerak.
2. Permainan strategis, dalam penanganan yang ditentukan dengan pilihan rasional antara ketentuan yang memungkinkan dan
3. Permainan perubahan, yang mana penanganannya ditentukan oleh pertandinagn atau arti nyata yang tidak kontrol sebagai suatu yang ideal atau menyeluruh (Robert dan Sutton Smith 1962 hal.166)
Contoh bentuk pemainan secara relatif dari aktivitas kompetisi pada setiap kategori yang menjadi konteks berat ringan, suatu pertandingan seperti pertandingan catur dan pertandingan yang memerlukan pemikiran, secara respective. Banyaknya permainan, bagaimanapun memerlukan suatu pembauran tertentu permainan kartu atau permainan bort, memerlukan ilustrasi secara umum suatu kombinasi startegi dan perubahan. Adapun perubahan yang juga berkaitan dengan olahraga, aturannya ditentukan penaganannya dari konteks secara umum untuk suatu penanganan minimun dalam tata pemahaman tingkat pemahaman yang menjadi atribut terhadap keuungulan. Agaknya secara interistik terlihat bahwa aturan utama dari perubahan dalam sebuah pertandingan olahraga adalah penentuan tingkat kesamaan. Contoh jawatan official yang menetapkan pertandingan sepak bola secara acak untuk menentukan tim yang akan melakukan quickoff bidang penaganannya dan menentukan persaingan diantara upaya upaya yang menjamin adanya peluang kesamaan.
1.4 Penampakan Fisik
Adapun olahraga dan bentuk permainan mempunyai beberapa jumlah karakteristik, atribut utama dari dua penampakan fisik. Olahraga dapat dibedakan dari permainan yang memerlukan penggunaan pengembangan skill fisik dan kemampuannya (yang memerlukan pelatiahan) untuk menentukan oposisi objek pengertian. Adapun banyaknya permainan memerlukan suatu tingkatan minimun skill fisik, yang tidak biasanya permintaan taraf skill fisik yang diperlukan olhragawan. Gagasan yang telah dikembangkan dari skill fisik yang praktis dan pembelajran yang menyarankan upaya suatu tingkatan yang tinggi dari sutu profesi satu atau lebih kemampuan fisik umum yang relevan terhadap kompetisi olahraga (seperti kekuatan, kecepatan, ketahanan,dan ketepatan). Adapun konsep penampakan fisik yang sesuai dengan penetuan oilahraga secra umum debedakan dari berbagai permainan, beberapa batasanbatasan alur permasalahan. Contoh suartu permainan draft diantara teman teman yang menentukan konteks kelayakan antara suami dan istri dan konteks memancing antara ayah dan anak yang juga menjadi pertimbangan dari suatu ketetapan bermain yang dikenal dalam suatu pertandingan olagraga.. Bahkan bila perlu penampakan fisik dapat menentukan penanganan secara formal terorganisir dan disponsori menurut konteks seperti penanganan draft, penanganan pacuan kuda atau berbagai turnamen memancing, mereka secara legigitimiasi menjadi ketentuan dalam label olahraga.
Suatu pendekatan alternatif untuk menjawab pertanyaan yang disebutkan sebelumnya, bagaimanapun defenisi olahraga sebagai suatu ilusterasi permainan yang mendemonstrasikan penampakan fisik. Jika pendekatan selanjutnya yang dapat diterima, kemudian perbedaan tersebut akan memberikan jawaban diatas sesuai dengan tinjauan pendekastan suatu permainan sebagai suatu event yang unit dan olahraga sebagai suatu pola institusional. Seperti Weiss memberikan pemahaman yaitu:
Suatu permainan adalah suatu akurasi: sebuah laporan dalam suatu pola. Suatu pola, merupakan kaidah utama, bahkan bersifat kelembangaan yang nampak. Sebuah olahraga didefenisikan menurut kondisi yang menjadi partisipan suatu batasan sesuai dengan permainan yang memberikan batasan aturan dan kemampuan suatu olahraga yang ditampilkan (Weis, 1967: 82).




SUMBER